Lirik Lagu Indonesia Raya Menggunakan Berapa Stanza

Lirik Lagu Indonesia Raya Menggunakan Berapa Stanza

Aturan Lagu Indonesia Raya

Perlu diketahui, ada sejumlah aturan terkait lagu Indonesia Raya. Berikut beberapa aturannya.

Itulah lirik lagu Indonesia Raya lengkap tiga stanza. Semoga bermanfaat dan selamat belajar!

Sebelum membahas tentang lagu Berkibarlah Benderaku, penting bagi kita untuk mengenal siapa yang menciptakan lagu ini. Nama aslinya adalah Saridjah Niung. Saridjah Niung lahir di Sukabumi, Jawa Barat, pada 26 Maret 1908, dan meninggal pada tahun 1993 di usia 85 tahun. Ia adalah putri bungsu dari 12 bersaudara. Ayahnya, Mohamad Niung, adalah seorang pelaut asal Bugis yang menetap di Sukabumi dan kemudian menjadi pengawal Prof. Dr. Mr. J.F. Kramer, seorang indo-Belanda. Kramer yang memiliki darah ningrat Jawa mengangkat Saridjah sebagai anaknya dan mengajarkannya musik, terutama bermain biola.

Saridjah melanjutkan pendidikannya di Hoogere Kweek School (HKS) di Bandung untuk mendalami seni suara dan musik. Setelah lulus, ia menjadi pengajar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS).

Lirik lagu "Indonesia Raya" 3 stanza

Masih dari laman Kemendikbud, lirik dan partitur asli lagu "Indonesia Raya" memuat tiga stanza dengan aransemen yang sama, tetapi lirik berbeda.

"Indonesia Raya" yang dinyanyikan saat ini merupakan lagu pada stanza pertama, berkisah tentang bangsa yang kala itu belum bersatu.

Pada stanza kedua, terdapat doa yang tulus dari seluruh rakyat yang mengharapkan Indonesia menjadi negara bahagia.

Sementara itu, lirik pada stanza ketiga memuat janji dan sumpah dari seluruh rakyat Indonesia untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Berikut lirik lengkap "Indonesia Raya" tiga stanza:

Indonesia tanah airku

Di sanalah aku berdiri

Indonesia kebangsaanku

Bangsa dan tanah airku

Bangsaku, rakyatku, semuanya

Untuk Indonesia raya...

Indonesia raya, merdeka, merdeka

Tanahku, negeriku yang kucinta

Indonesia raya merdeka, merdeka

Hiduplah Indonesia raya...

Indonesia, tanah yang mulia

Di sanalah aku berdiri

Untuk s'lama-lamanya...

Indonesia tanah pusaka

Bangsanya, rakyatnya, semuanya...

Untuk Indonesia raya...

Indonesia raya, merdeka, merdeka

Tanahku, negeriku yang kucinta

Indonesia raya merdeka, merdeka

Hiduplah Indonesia raya...

Indonesia tanah yang suci

Tanah kita yang sakti

Di sanalah aku berdiri

M’njaga ibu sejati...

Indonesia tanah berseri

Tanah yang aku sayangi

Marilah kita berjanji

Pulaunya, lautnya, semuanya...

Untuk Indonesia raya...

Indonesia raya, merdeka, merdeka

Tanahku, negeriku yang kucinta

Indonesia raya merdeka, merdeka

Hiduplah Indonesia raya...

Lirik lagu Indonesia Raya yang lengkap sejatinya berjumlah tiga stanza, meski biasanya dinyanyikan sebanyak satu stanza saja, yaitu stanza pertama.

Ketentuan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Pasal 60 mengenai tata cara penggunaan lagu kebangsaan, lagu Indonesia Raya yang dimainkan tanpa iringan alat musik memang cukup dinyanyikan satu stanza pertama saja dengan satu kali ulangan pada bait ketiga stanza pertama.

Jika ingin menyanyikan lagu kebangsaan secara lengkap mencapai tiga stanza, maka bait ketiga pada stanza kedua dan stanza ketiga dinyanyikan ulang sebanyak satu kali.

Ketiga stanza dalam lagu Indonesia Raya merupakan ciptaan Wage Rudolf Soepratman (W.R Supratman). Lagu kebangsaan itu mulai diaransemen sejak 1924.

Setelah aransemennya selesai, lagu Indonesia Raya mulai diperkenalkan ke publik melalui Kongres Pemuda II di Batavia (kini Jakarta) pada 28 Oktober 1928 yang menjadi cikal bakal perayaan Hari Sumpah Pemuda.

Keputusan hanya menyanyikan lagu "Indonesia Raya" 1 stanza

Foto Wage Rudolf Supratman, pencipta lagu Indonesia Raya.

Sejak itu, nama WR Supratman semakin populer seiring dengan partitur dan lagu "Indonesia Raya" yang dirilis oleh Sin Po edisi Sabtu, 10 November 1928.

Selebaran berisikan partitur dan lirik tiga stanza "Indonesia Raya" juga ikut disebarkan kepada masyarakat luas.

Namun, sebelum itu, WR Supratman sempat menemui kawannya yang memiliki studio rekaman, bernama Yo Kim Tjan.

Di studio rekaman tersebut, WR Supratman membuat rekaman piringan hitam lagu "Indonesia Raya" versi instrumen biola beserta suaranya dan versi orkes keroncong.

Harapannya, lagu kebangsaan kian dikenal luas mengingat masa itu keroncong merupakan musik yang populer di kalangan pemuda.

Usai lagu "Indonesia Raya" dikumandangkan pada 28 Oktober 1928, pihak Belanda menjadi panik dan menyita semua piringan hitam versi keroncong.

Pemerintah kolonial tidak mengira bahwa lagu yang dinyanyikan WR Supratman sebetulnya sudah direkam setahun sebelum Kongres Pemuda II.

Pada 1944, usai menderita kekalahan, Jepang membentuk Panitia Lagu Kebangsaan yang diketuai oleh Soekarno dengan anggota Ki Hajar Dewantara, Achiar, Sudibyo, Darmawidjaja, dan Mr Oetojo.

Panitia melakukan perubahan atas naskah asli yang ditulis oleh WR Supratman sebanyak tiga kali.

Melalui Panitia Lagu Kebangsaan pula, ditetapkan bahwa lagu kebangsaan Indonesia cukup dinyanyikan satu stanza.

Penetapan "Indonesia Raya" sebagai lagu kebangsaan turut tercantum dalam Pasal 36B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).

Tidak hanya itu, lagu kebangsaan ini juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Baca juga: Asal-usul Bendera Merah Putih, Disebut Terinspirasi Pataka Majapahit

Lagu "Indonesia Raya" Terdiri dari Berapa Bait?

Lirik dan notasi lagu ini pertama kali dimuat di surat kabar Sin Po edisi 10 November 1928. Awalnya lagu ini berjudul 'Indonesia', bukan 'Indonesia Raja' atau 'Indonesia Raya'. Menurut Benny Setiono dalam Tionghoa dalam Pusaran Politik (2003), teks lirik dan notasi itu dicetak sebanyak 5.000 eksemplar.

Koran Sin Po adalah tempat Supratman bekerja cari makan sebagai jurnalis. Menurut Bambang Sularto dalam Wage Rudolf Supratman (1985), di tahun berikutnya Supratman dihubungi oleh Firma Tio Tek Hong, yang sejak 1905 merekam suara dalam bentuk piringan hitam.

Firma Tionghoa itu hendak merekam 'Indonesia Raya'. Supratman, jurnalis miskin ini, tak keberatan dan dapat duit dari rekaman itu. Pada 1930, masih menurut Bambang Sularto, sahabat Tionghoa Supratman bernama Yo Kim Can mengusahakan perekaman lagu itu di luar negeri demi mencari mutu suara lebih baik.

Namun, niatan itu tak terlaksana karena lagu itu keburu dilarang pemerintah kolonial Hindia Belanda. Lagu 'Indonesia Raya' rupanya jadi sumber kecemasan yang dituduh mengganggu ketertiban dan keamanan (rust en orde).

Ketika Balatentara Jepang baru datang dan merebut Hindia Belanda, lagu ini sempat berkumandang bebas untuk sementara waktu. Setelah Maret 1942, lagu ini jadi lagu terlarang. Setelah armada perang Jepang makin loyo di front Pasifik, ada usaha untuk memperbarui liriknya. Jelang akhir 1944, Panitia Lagu Kebangsaan pun bekerja.

Menurut Anthony Hutabarat, panitia itu terdiri Ir. Sukarno sebagai ketua dengan anggota Ki Hadjar Dewantara, Achiar, Sudibyo, Darmawidjaja, Koesbini, KH M. Masyur, Mr. Mohammad Yamin, Mr. Sastromoeljono, Sanusi Pane, C. Simanjuntak, Mr. Achmad Soeboerdjo, dan Mr. Oetojo.

Kalimat dalam lirik lagu pun berbeda dari yang pernah ditulis Supratman, meski intinya tak jauh beda. Kala itu Supratman sudah meninggal dunia. Sayangnya, versi yang dibuat di pada 1944 itu tak bertahan lama.

“Tidak ada keseragaman dalam cara orang memperdengarkan, menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dalam berbagai upacara. Oleh karenanya, Pemerintah Republik Indonesia dengan Penetapan Presiden No. 28 tahun 1948, tanggal 16 November 1948, membentuk Panitia Negara yang disebut Panitia Indonesia Raya,” tulis Bambang Sularto.

Tugas panitia ini mengusulkan tata cara menyanyikan 'Indonesia Raya' dalam upacara resmi maupun tidak. Sepuluh tahun setelahnya, ketika Menteri Kehakiman dipegang GE Maengkom dan Perdana Menteri dijabat Ir. Djuanda, 26 Juni 1958, keluarlah Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan Lembaran Negara No. 72 tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.

Liriknya pun sama seperti yang dinyanyikan sekarang.

Indonesia tanah airku,

Tanah tumpah darahku,

Di sanalah aku berdiri,

Indonesia kebangsaanku,

Bangsa dan tanah airku,

Marilah kita berseru,

Bangsaku, Rakyatku, semuanya,

Untuk Indonesia Raya.

Indonesia, tanah yang mulia,

Tanah kita yang kaya,

Di sanalah aku berdiri,

Untuk s'lama-lamanya.

Indonesia, tanah pusaka,

P'saka kita semuanya,

Untuk Indonesia Raya.

Indonesia, tanah yang suci,

Tanah kita yang sakti,

Di sanalah aku berdiri,

Indonesia, tanah berseri,

Tanah yang aku sayangi,

Marilah kita berjanji,

S'lamatlah rakyatnya,

Pulaunya, lautnya, semuanya,

Untuk Indonesia Raya.

Tanahku, neg'riku yang kucinta!

Indonesia Raya, Merdeka, merdeka,

Hiduplah Indonesia Raya.

Dengan adanya keputusan pemerintah tadi, “tercapailah sudah keseragaman dalam nada, irama, iringan kata dan gubahan lagu itu. Serta telah dapat ditetapkan waktu dan cara penggunaannya,” tulis Bambang Sularto di bagian akhir Wage Rudolf Supratman.

Selama ini hanya stanza pertama dan refrain lagu kebangsaan itu yang biasanya dinyanyikan. Tetapi, mulai Juli 2017, membuka tahun ajaran baru sekolah, pemerintah menerapkan kebijakan baru: stanza dua dan tiga dalam lagu 'Indonesia Raya' bakal dinyanyikan dalam helatan upacara tertentu.

Menurut Hilmar Farid, Dirjen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dua stanza itu dibawakan "kalau memang ada kegiatan atau upacara yang penting." "Bisa bulanan, misalnya setiap tanggal 17, atau di hari-hari yang penting," tambah Hilmar kepada Tirto, 20 Juni lalu.

Meski begitu, untuk mengakrabkan dua stanza yang jarang didengar anak-anak sekolah maupun mayoritas masyarakat Indonesia, kumpulan bait lagu kebangsaan itu akan diberitahu oleh guru dalam proses belajar-mengajar di kelas.

-----------------------------------------------------------------

Naskah ini pertama kali tayang pada 2017 lalu dengan judul "W.R. Supratman dan Sejarah Indonesia Raya 3 Stanza" penulis mengubah judul dan beberapa isinya untuk disesuaikan dengan konteks saat ini.

tirto.id - Bagaimana lirik lagu Indonesia Raya 3 stanza yang benar?

Lagu kemerdekaan “Indonesia Raya” selalu berkumandang tidak hanya ketika upacara bendera atau peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia, melainkan di setiap kegiatan resmi apapun mulai tingkat paling rendah hingga skala nasional.

Sejak duduk di bangku sekolah, menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia telah menjadi kebiasaan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Akan tetapi, selama ini masyarakat mungkin hanya terbiasa dengan lagu “Indonesia Raya” stanza satu.

Lagu ciptaan Wage Rudolf Supratman tersebut sebenarnya memiliki tiga stanza, yang pertama kali dibawakan melalui gesekan biolanya dalam Kongres Pemuda II pada tanggal 28 Oktober 1928 atau dikenal sebagai cikal bakal Hari Sumpah Pemuda.

Hal tersebut dinyatakan Anthony C. Hutabarat dalam bukunya berjudul Meluruskan Sejarah dan Riwayat Hidup Wage Rudolf Supratman: Pencipta Lagu Indonesia Raya (2001).

Mulai tiga tahun terakhir ini, pemerintah mengenalkan lagu “Indonesia Raya” tiga stanza kepada masyarakat.

Pemerintah membuka tahun ajaran baru pada 2017 lalu dengan menerapkan kebijakan baru sehubungan dengan lagu “Indonesia Raya” yaitu dengan menyanyikan tiga stanza lagu kebangsaan tersebut dalam helatan upacara tertentu.

Karier di Bidang Musik

Karier Ibu Sud di bidang musik dimulai sebelum kemerdekaan Indonesia. Karyanya pertama kali disiarkan dari radio NIROM Jakarta pada periode 1927-1928. Selain mencipta lagu, ia juga menulis naskah sandiwara dan mementaskannya, seperti Operette Balet Kanak-kanak 'Sumi' di Gedung Kesenian Jakarta pada tahun 1955.

Sebagai anggota organisasi Indonesia Muda sejak tahun 1926, Ibu Sud membentuk grup Tonil Amatir untuk menggalang dana bagi acara penginapan mahasiswa Club Indonesia. Ia juga berperan sebagai pengasuh siaran anak-anak dari tahun 1927 hingga 1962.

Sejarah Lagu Indonesia Raya

Dikutip dari Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP), sejarah lagu Indonesia Raya mulanya muncul dari pemikiran para pejuang bangsa, salah satunya Ki Hajar Dewantara pada 1918.

Ki Hajar Dewantara sempat memikirkan kapan sekiranya Indonesia memiliki lagu kebangsaan sendiri. Pemikiran ini kemudian ditanggapi oleh Wage Rudolf Soepratman (W.R Supratman).

Ia kemudian memikirkan gagasan tersebut dan mulai menciptakan lagu Indonesia Raya pada 1924. Tentunya, aransemen lagu ini bukan perkara mudah.

Bahkan, W.R Soepratman sempat ditangkap oleh Belanda karena mengaransemen lagu kebangsaan yang dapat menggugah jiwa nasionalisme terhadap Indonesia.

Ilustrasi. Sejarah dan pencipta lagu Indonesia Raya (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Menurut buku berjudul 'Meluruskan Sejarah dan Riwayat Hidup Wage Rudolf Soepratman' karya C. Hutabarat, lagu ini terinspirasi dari Majalah Timbul, sebuah majalah lokal di Solo, Jawa Tengah.

Setelah rampung, lagu ini diperkenalkan di Kongres Pemuda II di Batavia (kini Jakarta) pada 28 Oktober 1928. Lagu ini kemudian menjadi salah satu katalis penggerak rasa nasionalisme bagi para pemuda Indonesia.

Namun, lirik dan partitur lagu ini mulai dikenal luas setelah Sin Po, surat kabar China berbahasa Melayu menerbitkan lirik tersebut pada 10 November 1928.

Lirik lagu Indonesia Raya yang asli berjudul tiga stanza dengan aransemen yang sama, tetapi liriknya berbeda-beda di masing-masing stanza.

Meski begitu, lirik lagu Indonesia Raya yang banyak dikenal masyarakat hanya satu stanza. Hal ini karena Panitia Lagu Kebangsaan Indonesia menetapkan cukup satu stanza saja.

Panitia itu diketuai Presiden ke-1 Indonesia Soekarno dan beranggotakan Ki Hajar Dewantara, Achiar, Sudibyo, Darmawidjaja, dan Mr. Oetojo.

Dengan begitu, satu stanza ini wajib dimainkan ketika upacara bendera HUT RI setiap tanggal 17 Agustus bersamaan dengan pengibaran bendera Merah Putih.

Hal ini kemudian ditetapkan pula dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

Ketika lagu Indonesia Raya dikumandangkan di suatu acara, maka mereka yang hadir harus menyanyikan lagu tersebut dengan sikap sempurna, yaitu berdiri tegak dan sikap hormat.

Baca juga artikel terkait lainnya:

Lirik Lagu Indonesia Raya 3 Stanza

Adapun lirik lagu “Indonesia Raya” tiga stanza tersebut adalah sebagai berikut:

Indonesia tanah airku,

Tanah tumpah darahku,

Di sanalah aku berdiri,

Indonesia kebangsaanku,

Bangsa dan tanah airku,

Marilah kita berseru,

Bangsaku, Rakyatku, semuanya,

Untuk Indonesia Raya.

Indonesia, tanah yang mulia,

Tanah kita yang kaya,

Di sanalah aku berdiri,

Untuk s'lama-lamanya.

Indonesia, tanah pusaka,

P'saka kita semuanya,

Untuk Indonesia Raya.

Indonesia, tanah yang suci,

Tanah kita yang sakti,

Di sanalah aku berdiri,

Indonesia, tanah berseri,

Tanah yang aku sayangi,

Marilah kita berjanji,

S'lamatlah rakyatnya,

Pulaunya, lautnya, semuanya,

Untuk Indonesia Raya.

Tanahku, neg'riku yang kucinta!

Hiduplah Indonesia Raya.

Sejarah lagu "Indonesia Raya"

Saat pertama kali dikenalkan, lagu "Indonesia Raya" memiliki judul "Indonesia Raya" dan tidak ada kata "Raya" dalam baitnya, tetapi menggunakan kata "Mulia".

Pencipta lagu ini, Wage Rudolf (WR) Supratman, harus melewati perjuangan yang tak mudah saat membuat lagu "Indonesia Raya".

Dilansir dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), WR Supratman adalah seorang wartawan dan pemain musik yang lahir pada 19 Maret 1903.

Sebelum memutuskan menjadi wartawan Kaoem Kita (1924-1925) dan Sin Po (1926-1933), dia sempat mencicipi profesi sebagai guru.

WR Supratman merupakan seorang pemuda yang tidak pernah absen menghadiri Kongres Pemuda I dan II.

Penciptaan lagu "Indonesia Raya" bermula ketika dia membaca artikel bertajuk "Manakah komponis Indonesia yang bisa menciptakan lagu kebangsaan Indonesia yang dapat membangkitkan semangat rakyat?" dalam majalah Timboel terbitan Solo, Jawa Tengah.

Supratman kemudian tergerak. Dari sini, sejarah lagu "Indonesia Raya" yang sarat dengan doa di setiap liriknya itu dibuat.

Pada suatu malam di tahun 1926, WR Supratman mulai menuliskan not-not dan membuat lagu kebangsaan menggunakan biola.

Lagu "Indonesia Raya" ciptaannya mulai dikenal umum ketika sang komposer memperdengarkan alunan nada tanpa lirik kepada para peserta Kongres Pemuda II.

Pada malam penutupan kongres, 28 Oktober 1928 di Gedung Indonesische Clubgebouw, Jalan Kramat Raya 106, Jakarta Pusat, ia dengan gesekan biolanya membawakan lagu "Indonesia Raya".

Dikutip dari Kompas.com, Selasa (16/8/2022), setelah lagu selesai, sebagian peserta kongres mulai merangkul WR Supratman dengan mata berkaca-kaca.

Ada yang bertepuk tangan, ada pula yang bersorak meminta lagu kembali dimainkan.

Baca juga: Ukuran Bendera Merah Putih di Lapangan dan Rumah, Simak Aturan Pemasangannya

Indonesia Raya merupakan lagu kebangsaan yang juga menjadi lagu wajib nasional. Lagu ini kerap dikumandangkan pada acara-acara penting.

Tak hanya jelang peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI), lagu Indonesia Raya juga dinyanyikan dalam upacara bendera, seminar, pertandingan bola, sampai konser sekalipun.

Hal ini tentu tak lepas dari peran penting lagu tersebut dalam sejarah kemerdekaan Indonesia yang dapat lepas dari belenggu penjajahan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aktivitas Nasional dan Penghargaan

Rumah Ibu Sud di Jalan Maluku No. 36 Jakarta pernah menjadi sasaran penggeledahan oleh pasukan Belanda pada tahun 1945 karena aktivitasnya dalam pergerakan nasional. Namun, tetangganya yang seorang Belanda meyakinkan pasukan bahwa Ibu Sud hanyalah seorang pencipta lagu dan suaminya seorang pedagang.

Ibu Sud turut mengiringi lagu Indonesia Raya bersama W.R. Supratman pada 28 Oktober 1928, saat lagu tersebut pertama kali dikumandangkan dalam acara Sumpah Pemuda. Ia juga bersahabat dengan musisi nasionalis lainnya seperti Cornel Simanjuntak, Ismail Marzuki, dan Kusbini.

Atas kontribusinya, Ibu Sud menerima penghargaan Satya Lencana Kebudayaan dari pemerintah RI dan MURI.

Saridjah Niung telah menciptakan lebih dari 200 lagu, meskipun hanya separuhnya yang bertahan hingga sekarang. Lagu-lagu ciptaannya mencakup tema patriotisme dan anak-anak. Beberapa lagu populer ciptaannya antara lain: "Anak Kuat," "Berkibarlah Benderaku," "Bendera Merah Putih," "Burung Kutilang," "Desaku," "Naik Delman," "Menanam Jagung," dan "Tik Tik Bunyi Hujan."